Photo by Leon Ardho from Pexels
Bulan Ramadhan tahun ini aku memutuskan untuk mengambil tantangan besar: menulis selama 30 hari penuh. Ya, 30 hari berturut-turut. Mungkin terdengar seperti ide brilian di awal, tapi kenyataan berkata lain. Apa yang dimulai dengan penuh semangat berubah menjadi kejar-kejaran waktu yang bikin aku merasa seperti pelari marathon yang nyaris kehabisan napas di kilometer pertama.
Hari pertama? Masih lancar jaya. Hari kedua? Oke, sedikit lebih susah. Tapi begitu hari ketiga datang, rasanya seperti masuk ke dalam perangkap waktu yang mengintai di setiap pojok. Waktu sahur, waktu berbuka, waktu tarawih—semuanya berjalan dengan cepat, dan tiba-tiba tulisan hari ini udah jadi utang. Kalau sehari telat, ya, setoran tulisan jadi dua. Kalau dua hari telat, jadi tiga. Lalu, tiba-tiba ada satu saat di mana utang tulisan ku sudah sampai empat! Rasanya seperti lagi ngejar-ngejar deadline yang nggak pernah berhenti bergerak ke depan.
Tapi ada hal yang membuat perjalanan menulis ini agak lebih menyenangkan: aku nggak sendirian! Aku punya rekan-rekan yang juga suka menulis, yang ikut terjebak dalam tantangan gila ini. Dan ternyata, meskipun kami sering kejar-kejaran waktu, menulis bareng teman yang juga bergelut di dunia tulis-menulis itu punya rasa tersendiri. Ya, meskipun kadang aku hampir merasa seperti harus nulis sambil tidur supaya bisa mengejar utang tulisan, tetap ada rasa seru ketika tahu kamu tidak sendirian dalam hal ini. Kami seperti tim kecil yang berjuang bersama—entah itu mengejar deadline, menebus utang tulisan, atau sekadar menertawakan diri sendiri karena kehabisan ide di tengah malam.
Namun, ada satu hal yang pasti: tantangan ini mengajarkan aku untuk tetap konsisten, meski tak selalu bisa sempurna. Menulis setiap hari bukan hanya soal menyelesaikan satu tulisan demi tulisan, tapi juga tentang proses, tentang bagaimana kamu bisa terus berusaha dan berkomitmen pada hal yang kamu pilih, meskipun kadang terhambat oleh waktu. Dan tentu saja, menyelesaikan tulisan itu bukan hanya soal hasil, tapi juga tentang perjalanan yang penuh tawa dan frustrasi, terutama kalau dikerjakan bareng teman yang juga sama-sama menikmati kekonyolan dalam menulis.
Jadi, meskipun aku harus mengejar-ngejar waktu dan kadang terlambat mengirimkan setoran tulisan, aku cukup menikmati perjalanan ini. Ada rasa puas ketika tulisan itu akhirnya selesai, meskipun kadang harus dikejar deadline. Dengan rekan - rekan yang juga menulis, segala kekacauan itu terasa sedikit lebih ringan, dan sepertinya, aku sudah siap untuk tantangan menulis di bulan Ramadhan berikutnya… semoga tanpa utang tulisan lagi!
Comments
Post a Comment