Tidak bisa dimungkiri, HP sering kali lebih menggoda dibandingkan Al-Qur’an. Jari terasa lebih refleks membuka Instagram atau WhatsApp dibandingkan membuka mushaf. Awalnya hanya ingin mengecek notifikasi, namun tanpa sadar waktu habis untuk scrolling, berpindah dari satu konten ke konten lain tanpa arah yang jelas.
Keinginan untuk meningkatkan kualitas iman selalu ada. Harapan agar ibadah lebih khusyuk, hati lebih tenang, dan hubungan dengan Allah semakin dekat terus muncul dalam benak. Namun kenyataannya, perhatian lebih sering tertuju pada tren terbaru di media sosial dibandingkan pada ayat-ayat yang menenangkan jiwa. Jika terus seperti ini, bagaimana mungkin iman bisa bertambah sementara lebih banyak waktu digunakan untuk melihat kehidupan orang lain daripada merenungi kehidupan sendiri?
Maka, beberapa langkah kecil mulai aku lakukan untuk mengurangi distraksi dan mengarahkan waktu ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Bukan dengan berhenti total dari dunia digital, tetapi dengan mengatur ulang kebiasaan agar lebih seimbang dan bernilai. Ini yang aku lakukan selama bulan Ramadhan:
1. Membuat Target Baca Buku
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengganti doomscrolling dengan membaca buku. Jika sebelumnya banyak waktu terbuang untuk melihat konten-konten yang cepat berlalu, kini buku menjadi teman yang lebih sering ditemui. Terutama buku-buku yang berkaitan dengan spiritualitas dan sejarah Islam, karena darinya banyak pelajaran yang dapat dipetik.
Tidak perlu langsung memulai dengan buku yang berat, cukup dengan yang ringan tetapi bermakna. Tujuannya bukan sekadar menambah wawasan, tetapi juga mengisi pikiran dengan sesuatu yang lebih bernilai dibandingkan sekadar berita viral atau gosip selebriti yang hanya sementara.
2. Belajar Sirah Nabawiyah: Menelusuri Jejak Perjuangan Sahabat
Kesadaran pun muncul bahwa lebih banyak mengetahui kehidupan tokoh-tokoh modern dibandingkan perjalanan hidup Rasulullah dan para sahabatnya. Maka, perlahan-lahan mulai dicari sumber bacaan tentang Sirah Nabawiyah, bukan hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi juga untuk mendapatkan inspirasi dari perjuangan mereka dalam mempertahankan iman.
Mempelajari bagaimana mereka menghadapi berbagai cobaan dalam berdakwah menimbulkan refleksi mendalam. Jika mereka mampu bertahan dalam kondisi penuh tekanan, mengapa masih sulit menjaga iman di zaman yang serba nyaman ini? Membaca kisah-kisah mereka menjadi pengingat bahwa tantangan terbesar saat ini bukanlah ancaman fisik, tetapi godaan yang datang dalam bentuk lain—distraksi yang tak terlihat namun sangat kuat.
3. Membuat Rencana Aktivitas Harian
Satu hal yang disadari, waktu sering kali terbuang sia-sia ketika tidak ada rencana yang jelas. Oleh karena itu, mulai diterapkan daily plan sederhana untuk mengarahkan aktivitas agar lebih bermanfaat. Tidak perlu jadwal yang terlalu ketat, cukup sebagai pengingat agar setiap waktu yang dimiliki tidak terlewat tanpa makna.
Salah satu kebiasaan yang diterapkan adalah membatasi penggunaan HP sebelum tidur, menggantinya dengan membaca doa atau dzikir. Begitu pula dengan menetapkan waktu khusus untuk membaca Al-Qur’an dan mendalami maknanya, agar iman tidak hanya menjadi konsep dalam pikiran, tetapi juga hadir dalam keseharian.
Refleksi: Perubahan Kecil yang Konsisten
Tentu saja, perubahan ini tidak terjadi secara instan. Masih ada hari-hari di mana distraksi mengambil alih, masih ada momen ketika HP terasa lebih menarik dibandingkan ibadah. Namun, setidaknya kini lebih banyak kesadaran dalam mengontrol kebiasaan, bukan lagi membiarkan diri terbawa arus.
Iman, seperti tanaman, membutuhkan perhatian dan perawatan. Jika tidak disiram dengan ilmu dan ibadah, ia akan layu. Jika terlalu sering diberi asupan yang tidak berguna, bagaimana bisa berharap hati tetap subur dengan keimanan? Maka, sekecil apa pun usaha yang dilakukan, biarlah terus dijaga, agar tidak hanya menjadi niat semata, tetapi benar-benar membawa perubahan.
Comments
Post a Comment