[Review] Bunda, Kisah Cinta 2 Kodi


_Bagi perempuan itu, pekerjaan bukan sekedar mencari uang tapi juga kehidupan. Suatu bentuk aktualisasi diri dan ibadah._Quote Cinta Dua Kodi
            Whether a movie is a rotten tomato or a brilliant work of art, if people are watching it, it’s worth critiquing. Saya beri bintang empat untuk Bunda, Cinta 2 Kodi dari seribu bintang di langit. Eh, 5 ding >.<

            Film Bunda, Cinta 2 Kodi adalah film yang diadaptasi dari kisah nyata Ika Kartika, jatuh bangunnya sebagai istri – ibu – pebisnis yang memiliki brand Keke Busana. Film ini mungkin film pertama di Indonesia yang mengangkat tema Entrepreneurship yang dibalut dengan romansa dan konflik rumah tangga yang umum terjadi sehari – hari. Humanis!


            Saya sering mendapat wejangan seperti ini,
”Sampai dengan lima tahun usia pernikahan, it’s rocky days. Kalau kamu bisa melewatinya InsyaAllah langgeng.”“Fix lima tahun ya? Gak bisa kurang?” (Dikira lagi di Tanah Abang)“Iya kalau beruntung, ada yang seumur pernikahannya, hari – hari macam perang salib.”“Gak lucu -_-“
            Film ini dibuka dengan adegan pertemuan Farid dan Kartika di stasiun Kereta Api, yang kemudian diselingi dengan animasi nan unyu ketika mereka menikah sampai dengan menimang anak pertama. Setelah animasi yang lucu tetiba scene berpindah dengan konflik rumah tangga pertama setelah usia pernikahan mereka menginjak dua tahun dan Kartika tengah hamil anak kedua. Farid meminta izin untuk menikah lagi karena permintaan Ibunya and out of nowhere ia juga meminta Kartika untuk menggugurkan kandungannya. Wut?

            Pembukaan yang cukup dramatis, tapi selain itu film ini cukup dengan dengan realitas, scene – scenenya benar – benar slice of life karena kisahnya adalah fenomena keluarga abad ini. Disaat pekerjaan tidak mudah didapatkan dan Istri yang asalnya tulang rusuk pria mau tidak mau merelakan diri untuk jadi tulang punggung keluarga. Tidak mudah menjadi Farid yang legowo menjadi Bapak rumah tangga dengan mengabaikan tensi psikologis yang tidak jarang bagi lelaki lain sulit untuk menerimanya.

            Ika dan Farid bukan sosok yang sempurna sebagai pasangan maupun sebagai orang tua. Ika yang ditiap kesempatan mengungkit kesalahan masa lalu Farid. Farid yang berusaha menebus kesalahan masa lalu dengan mendukung bisnis Ika namun tetap tidak mengurangi perannya sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Meskipun demikian financial power seringkali menjadi duri rumah tangga bukan mitos belaka dan hal tersebut berhasil ditunjukkan dalam film ini, tanpa menggurui dan menjudge salah satu pihak.

            Begitupun film ini, tidak sempurna. Film ini banyak menyajikan konflik – konflik rumah tangga, hubungan ibu dan anak maupun terkait dunia bisnis. Akting gak usah ditanya, saya ikut merasakan frustasi yang dirasakan Kartika ketika bisnisnya tidak lancar, anak dan suami kecewa dan ia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal ia melakukan ini demi keluarga, demi memberdayakan ibu – ibu sekitar lingkungannya. Alih – alih bahagia, mengapa ia merana? Masa – masa dimana bisnis Kartika melejit dan Farid masih menjadi Bapak rumah tangga, bukannya merasa terganggu egonya, Farid mendukung dan menatap dengan penuh cinta. I feel butterflies at that time! Akting Amanda ketika kecewa dengan Ibunya pasca dipermalukan setelah pembagian nilai is on point.

            Sayangnya penyelesaian konflik – konflik yang sudah dibangun tidak diselesaikan dengan alur yang memuaskan. Contohnya ketika Farid memutuskan untuk membawa Amanda dan Esmeralda ke Jepang bertepatan dengan show Ika. Mantan Bos Ika sudah berkali – kali mengatakan agar jangan mengecewakannya, tapi Ika tetap menyusul ke bandara. That’s so unprofessional of her. Ika kembali ke rumahnya dan akhirnya baru merasakan kehampaan saat suksesnya di bisnis, merebut anak – anak dan suami dari sisinya. I do admit I got teary eyed, waktu Ika akhirnya menangis  di spot favorit Amanda dan tetiba mereka bertiga batal ke Jepang dan sudah berada di samping Ika. Saya pikir itu dream sequence, dan saya pikir lebih baik begitu, dan tanpa terasa dibagian ini sudah sangat dekat dengan endingnya. Nah loh? Udah selesai? Pulangnya di jalan saya ngobrol sama ummi

“Bagus ya mi filmnya, saying banyak konflik yang pas penyelesainnya kok plain gitu. Kurang terbangun alurnya. Tiba – tiba udah selesai aja.”“Ya gitu nak, kayak ummi sama buya. Kadang ada masalah yang tanpa dibicarakan yan selesai begitu aja. Gak usah drama.’“Jleb.”
            Eh, apa iya? Tapi ada benarnya juga sih. Film ini menyuguhkan berbagai macam konflik yang saya pikir, nah loh? Udah begitu aja? Kapan bondingnya sama Ibu – ibu masyarakat sekitar, kok gak diperlihatkan? Gimana cara anak pertamanya, Amanda akhirnya bisa berdamai dengan Ibunya? Tapi diskusi dengan ummi membuat saya sadar film ini bukan sedang menggurui, tapi sedang mengingatkan kita bahwa Farid, Tika, Amanda, Esmeralda dan masyarakat itu adalah kita. Kita adalah Pancasila. Eh! Kita makan makanan yang sama, tinggal di bumi yang sama, masalah yang kita alami kurang lebih sama.

            Uang menjadi konflik sentral dalam film ini, bahwa uang kurang dan lebih bisa menjadi penyebab hilangnya keharmonisan dalam rumah tangga, tidak ada formula yang fix dalam menyelesaikannya. Film ini mengingatkan kita tentang apapun yang kita kerjakan, Family comes first. Keberhasilan kita dalam pekerjaan akan sia – sia jika hal tersebut malah merenggut sesuatu yang paling berharga dalam hidup.

            By the way, dibalik kekurangannya film ini tetap layak ditonton bersama keluarga. Guess you will reflect a lot on how you treat your family a lot, because I feel the same way.

            Film ini sudah tayang sejak 8 Februari 2018 di seluruh bioskop tanah air. Yuk dukung film Indonesia supaya jadi motivasi buat para sineas film lainnya bahwa masyarakat kita masih memerlukan hiburan – hiburan berfaedah.

            _Courage is not living without fear, courage is being scared to death and doing the right thing anyway_ Argo/2012

Barakallahu fiik Kang Rendy dan tim. Ditunggu pisan karya – karya lainnya. Salam 10 juta!

Medan, 10 Februari 2018
            

Comments