Dhuha Terindah

Bagi sebagian besar pasangan yang sudah menikah, kehamilan menjadi suatu hal yang sangat didambakan. Menikah pada pertengahan April 2018, saya bersyukur dua bulan setelahnya Allah menitipkan janin di rahim saya. Bayi laki – laki mungil itu lahir di bulan Maret 2019 . Meskipun telah melahap ilmu teori parenting, nyatanya saya yang terbiasa hanya disibukkan oleh pekerjaan dan aktivitas di komunitas terkaget – kaget dengan aktivitas baru sebagai Ibu.

Cobaan terberat bukanlah ketika proses melahirkan, namun proses setelahnya dimana saya takut hanya untuk buang air besar karena luka bekas hecting yang cukup parah. Sebulan pertama saya lewati dengan banyak menangis sambil menyusui anak maupun saat buang air besar, meskipun saat itu banyak yang menemani saya. Di rumah saya tinggal dengan Ibu dan dua adik saya. Tante – tante saya juga rajin menjenguk karena rumah kami berdekatan. Belum lagi adik sepupu dan perawat yang mengurus saya dan bayi selama 40 hari.

Suami saya sigap mengganti popok dan menggendong bayi malam hari jika ia terbangun. Support system yang cukup ternyata tidak membuat saya terhindar dari baby blues. Bagi saya yang terbiasa bekerja dari membuka mata sampai menutup mata, tidak ketinggalan melayani makan suami ketika di rumah, Bam! Tiba – tiba saya merasa menjadi pesakitan yang untuk duduk saja harus berhati – hati. Empat puluh hari itu saya hanya menyusui bayi saja.

Setiap hari saya merasa menjadi beban bagi keluarga. Rasa bahagia hanya saya rasakan sesaat setelah melahirkan bayi saya. Saya mudah merajuk dan itu membuat bingung suami saya, yang juga baru menjadi seorang Ayah. Suami saya berpartisipasi mengasuh, namun saya tidak merasa diakomodir.

Seiring berjalannya waktu saya menemukan ritme yang sesuai untuk saya. Cuti saya tiga bulan setelah melahirkanpun habis. Ibu saya menyarankan untuk segera KB mengingat saya adalah Ibu yang bekerja dan masih sangat ceroboh dalam mengasuh bayi. Tapi saya tidak terlalu menghiraukan saran beliau, karena takut efek sampingnya, selain itu saya juga belum mendapatkan menstruasi lagi setelah bayi saya lahir. Pada saat bayi saya berusia lima bulan, saya membawanya ikut serta tugas belajar ke luar kota selama tiga bulan.

Selama itu saya menikmati hubungan jarak jauh dengan suami. Hingga akhirnya di usia bayi saya yang ke sembilan bulan saya kembali ke rumah dan melepas rindu dengan suami dan keluarga. Tak disangka, saat itu saya hamil lagi. Kehamilan saya saat itu terjadi kondisi di kantor sedang banyak proyek yang harus dilaksanakan. Anak saya yang pertama juga semakin membutuhkan perhatian lebih.

USG pertama dokter mengatakan kemungkinan kehamilan saya kali ini sepertinya adalah hamil anggur. Saat itu saya syok membayangkan harus dikuret. Bulan kedua saya dan suami ke klinik dokter yang berbeda untuk memastikan dan ternyata janin itu hidup. Saya bahkan tidak tahu harus sedih atau bahagia, karena saat itu saya sudah tidak mampu menyusui anak pertama saya. Trisemester awal saya mual parah dan tidak bisa makan. Setiap proses menyusui saya mengalami pitam. Anak saya tidak mau diberi susu formula sementara berat badan dan lingkar kepalanya di bawah rata – rata.

Bodohnya, bukan mendekat pada yang Maha Kuasa. Setiap kali sedang sendirian saya hanya menangis, menyesali ketidak hati – hatian saya sambil merasa bersalah karena tidak begitu menginginkan kehamilan kedua ini. Astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni pikiran saya saat itu. Saat USG di pekan ke 36 kehamilan saya, dokter menunjukkan posisi bayi saya yang masih sungsang, sehingga kemungkinan besar saya harus di operasi Caesar untuk mengeluarkan janin. Membayangkan meja operasi yang dingin ditambah pekerjaan di kantor yang sedang menumpuk dan saya tidak bisa mengalihkannya ke orang lain membuat nyali saya menjadi ciut.

Semakin dekat dengan hari perkiraan lahir saya semakin sering menangis. Hanya pekerjaan yang bisa mengalihkan perhatian saya sesaat. Meskipun begitu saya tetap membanyakkan sujud agar Allah memberi saya kekuatan untuk menghadapi operasi dan juga melakukan senam agar posisi janin bisa optimal. Saya masih berharap ada kejaiban, sehingga saya bisa melahirkan per vaginam seperti kelahiran anak pertama saya.

Beberapa hari lagi sebelum HPL saya dan suami ke dokter untuk menjadwalkan operasi. Qodarullah, posisi bayi kepala bayi saya sudah dibawah namun belum masuk panggul. Tanpa sadar saya meneriakkan hamdalah. Rasa haru dan syukur menjadi satu karena Allah masih mengabulkan keiinginan saya yang masih alpa terhadap nikmatNya.

Pada saat HPL saya tidak kunjung merasakan mulas. Saat itu saya belum mengambil cuti karena pekerjaan masih banyak. Tanggal 21 Agustus 2020 pagi saya mulai kontraksi, namun saya masih berkoordinasi dengan rekan kerja saya untuk menyelesaikan pekerjaan. Akhirnya sore hari, kontraksi semakin intens dan saya langsung minta diantar ke klinik. Bukaan berlangsung cukup cepat dibandingkan ketika melahirkan abangnya. Diperkirakan pertengahan malam saya sudah melahirkan.

Tapi rencana Allah berbeda dari perkiraan manusia. Meskipun esok harinya setelah shubuh saya sudah bukaan 9, bukaan saya tidak bertambah lagi. Kondisi saya saat itu sudah lelah. Dengan berbagai macam usaha akhirnya bayi perempuan kami lahir menjelang Zuhur. Ternyata kondisi bayi dalam kandungan berada dalam kondisi posterior sehingga proses persalinan berlangsung agak lama meskipun sudah bukaan sembilan.

Saya adalah manusia yang penuh dengan maksiat dan kekhilafan, terkadang saya tidak mampu menjaga prasangka baik terhadap Allah, bahwa apa – apa yang terjadi sudah menjadi ketetapannya. Meskipun merasa tidak siap, Allah telah memilih saya untuk diamanahi sepasang bayi. Dalam prosesnya sering saya merasa frustasi dan marah jika teks yang saya pelajari tentang mengasuh anak tidak sesuai dengan praktiknya.

Padahal Allah tidak mungkin menitipkan sesuatu tanpa hikmah yang bisa dipetik. Hanya saja kadang sebagai manusia kita yang tidak peka dengan kodenya. Bahwa ketika sedang merasa kesulitan, mungkin itu alarm bahwa kita perlu mendekat padaNya dan biarkan Ia yang menunjukkan jalanNya.

Tulisan ini diterbitkan di buku Cerita Tentang 2020. Masih banyak tulisan lain yang memuat kisah - kisah hikmah oleh individu yang dihadapi di tahun 2020.



Comments