TWENTY-SOMETHING MOM PART 2


Satu bulan sebelum pernikahan saya diberi kesempatan untuk mengikuti persiapan IELTS gratis dari Universitas tempat saya mengajar. Saya semakin bersemangat untuk melanjutkan studi keluar Negeri. Karena baru menikah, saat itu saya berpikir LDR dengan suami bukanlah masalah besar. Apalagi suamipun menyanggupinya. Waktu itu saya ingin mendaftar beasiswa Bahasa dari DIKTI, tapi karena masih pengantin baru suamipun tidak mengizinkan. Selain itu saya juga hamil anak pertama.

Pertengahan bulan Maret putra pertama saya lahir. Selain bolak – balik terbangun malam tidak ada kesulitan yang berarti. Karena saya tinggal di lingkungan yang dekat dengan keluarga besar. Ummi, Tante serta adik – adik saya ikut mengasuh Danisy. Meskipun terbiasa mengajar anak – anak balita, mengasuh bayi bagi saya benar – benar pengalaman yang baru dan asing. Selama 40 hari saya hanya menyusui dan sesekali mengganti popoknya, karena kami meng-hire perawat untuk mengurus saya dan bayi pasca melahirkan. Saya baru bisa memandikan Danisy sendiri setelah usianya 3 bulan.

Dengan kemampuan mengasuh seperti itu entah keberanian seperti apa yang membuat saya memberanikan diri untuk mendaftar beasiswa Bahasa yang diberikan DIKTI bagi dosen ber-NIDN. Lebih tepatnya nekat. Padahal jika lolos administrasi, kota penyelenggaranya ada 3; Yogyakarta, Malang dan Bandung. Saya sama sekali tidak ada kerabat ataupun orang yang dikenal disitu. Suami agak ragu, apalagi saya bilang mau membawa Danisy yang saat itu berusia lima bulan. Tidak mungkin meninggalkannya sementara ia masih menyusui. Saya bertekad untuk memberikan ASI Ekslusif, jadi tidak ada jalan selain membawa Danisy ikut serta.

Dibersamai Danisy ke Malang


Pengumuman yang ditunggu – tunggu akhirnya tiba. Saya lolos administrasi beasiswa Bahasa dan ditempatkan di Universitas Negeri Malang. Pada tanggal 25 Agustus saya berangkat ke Malang berdua dengan Danisy. Pra keberangkatan saya mencari kosan yang membolehkan untuk membawa anak bayi dan lokasinya dekat dengan day care. Saya data seluruh tempat kosan dan day care yang memungkinkan untuk menitipkan Danisy selama saya tugas belajar. Saya hubungi satu persatu dan day care yang paling dekat dengan UM sudah tidak menerima anak asuh lagi karena sudah penuh.

Sempat patah semangat, namun masalah tersebut tidak langsung saya beritahukan suami karena takut tidak diberi izin. Didepan suami saya berusaha optimis meskipun dalam hati saya cemas sekali. Akhirnya ada satu day care yang meskipun lokasinya tidak terlalu dekat dengan lokasi belajar, namun ownernya menawarkan untuk tinggal dikamar kosong yang ada di day care mereka. Sayapun merasa cukup tenang, meskipun setelah sampai di Malang saya tetap harus kroscek langsung ke lokasi.

Comments